Kamis, 19 Desember 2013

Supervisi

A.     Pengertian Supervisi
Secara morfologis Supervisi berasalah dari dua kata bahasa Inggris, yaitu super dan vision. Super berarti diatas dan vision berarti melihat, masih serumpun dengan inspeksi, pemeriksaan dan pengawasan, dan penilikan, dalam arti kegiatan yang dilakukan oleh atasan, orang yang berposisi diatas, pimpinan terhadap hal-hal yang ada dibawahnya. Supervisi juga merupakan kegiatan pengawasan tetapi sifatnya lebih human, manusiawi. Kegiatan supervise bukan mencari-cari kesalahan tetapi lebih banyak mengandung unsur pembinnaan, agar kondisi pekerjaan yang sedang disupervisi dapat diketahui kekurangannya (bukan semata-mata kesalahannya) untuk dapat diberitahu bagian yang perlu diperbaiki.
Secara sematik Supervisi pendidikan adalah pembinaan yang berupa bimbingan atau tuntunan ke arah perbaikan situasi pendidikan pada umumnya dan peningkatan mutu mengajar dan belajar dan belajar pada khususnya.
Pengertian supervisi menurut para ahli :
o  Menurut Good Carter 
Supervisi adalah usaha dari petugas-petugas sekolah dalam memimpin guru-guru dan petugas lainnya, dalam memperbaiki pengajaran, termasuk menstimulir, menyeleksi pertumbuhan jabatan dan perkembangan guru-guru dan merevisi tujuan-tujuan pendidikan, bahan-bahan pengajaran, dan metode mengajar dan evaluasi pengajaran.
o  Menurut Boardman et. 
Supervisi adalah salah satu usaha menstimulir, mengkoordinir dan membimbing secarr kontinyu pertumbuhan guru-guru di sekolah baik secara individual maupun secara kolektif, agar lebih mengerti dan lebih efektif dalam mewujudkan seluruh fungsi pengajaran dengan demikian mereka dapat menstmulir dan membimbing pertumbuan tiap-tiap murid secara kontinyu, serta mampu dan lebih cakap berpartsipasi dlm masyarakat demokrasi modern.
o  Menurut Wilem Mantja (2007) 
Supervisi diartikan sebagai kegiatan  supervisor (jabatan resmi) yang dilakukan untuk perbaikan proses belajar mengajar (PBM). Ada dua tujuan (tujuan ganda) yang harus diwujudkan oleh supervisi, yaitu; perbaikan (guru murid) dan peningkatan mutu pendidikan
o  Menurut Ross L (1980) 
Supervisi adalah pelayanan kapada guru-guru yang bertujuan menghasilkan perbaikan pengajaran, pembelajaran dan kurikulum.
o  Menurut Purwanto (1987) 
Supervisi ialah suatu aktivitas pembinaan yang direncanakan untuk membantu para guru dan pegawai sekolah dalam melakukan pekerjaan secara efektif.

B.     Fungsi Supervisi Pendidikan
Fungsi utama supervisi pendidikan ditujukan pada perbaikan dan peningkatan kualitas pengajaran, tetapi tidak menutup kemungkinan dalan fungsi supervisi modern selain menilai juga memperbaiki faktor-faktor yang mempengaruhi proses pembelajaran peserta didik. Ada analisis yang lebih luas seperti yang dibahas oleh Swearingen dalam bukunya Supervision of Instruction – Foundation and Dimension (1961), yang mengemukakan 8 fungsi supervisi:
1.    Mengkoordinasi semua usaha sekolah
2.    Memperlengkapi kepemimpinan sekolah
3.    Memperluas pengalaman guru-guru
4.    Menstimulasikan usaha-usaha yang kreatif
5.    Memberi fasilitas dan penilaian yang terus-menerus
6.    Menganalisis situasi belajar-mengajar
7.    Memberikan pengetahuan dan keterampilan kepada setiap anggota staf
8.    Memberi wawasan yang lebih luas dan terintegrasi dalam merumuskan tujuan-tujuan pendidikan dan meningkatkan kemampuan mengajar guru-guru.

C.     Prinsip Dasar Supervisi
Menurut Sahertian (2008: 20), supervisi memiliki prinsip-prinsip yang harus dilaksanakan sebagai berikut:
1.    Prinsip Ilmiah (Scientific)
            Prinsip ini mengandung ciri-ciri sebagai berikut:
a)    Kegiatan supervisi dilaksanakan berdasarkan data objektif yang diperoleh dalam kenyataan pelaksanaan proses belajar mengajar.
b)   Untuk memperoleh data perlu diterapkan alat perekam data.
c)    Setiap kegiatan supervisi dilaksanakan secara sistematis, berencana dan kontinu.

2.    Prinsip Demokratis
Demokratis mengandung makna menjunjung tinggi harga diri dan martabat guru, bukan berdasarkan atas bawahan, melainkan berdasarkan rasa kesejawatan.

3.    Prinsip Kerja Sama
Mengembangkan usaha bersama, atau menurut istilah supervisi sharing of idea, sharing of experience, memberi support mendorong, dan menstimulasi guru sehingga mereka merasa tumbuh bersama.

4.    Prinsip Konstruktif dan Kreatif
Setiap guru akan merasa termotivasi dalam mengembangkan potensi kreatifitas jika supervisi mampu menciptakan suasana kerja yang menyenangkan, bukan melalui cara-cara yang menakutkan.

Selain empat prinsip supervisi diatas, juga terdapat prinsip supervisi menurut Gunawan (2002: 196), yaitu:
1.    Prinsip Fundamental/Dasar
Setiap pemikiran, sikap, dan tindakan seorang supervisor harus berdasar/berlandaskan pada sesuatu yang kukuh, kuat serta dapat dipulangkan kepadannya.

2.    Prinsip Praktis
Dalam pelaksanaan sehari-hari seorang supervisor berpedoman pada prinsip positif dan prinsip negatif.

Prinsip positif seorang supervisor, antara lain sebagai berikut.
a)    Supervisi harus konstruktif dan kreatif.
b)   Supervisi harus harus dilakukan berdasarkan hubungan profesional, bukan berdasar hubungan pribadi.
c)    Supervisi hendaknya progresif, tekun, sabar, tabah, dan tawakal.
d)   Supervisi hendaklah dapat mengembangkan potensi, bakat, dan kesanggupan untuk mencapai kemajuan.
e)    Supervisi hendaklah senantiasa memperhatikan kesejahteraan dan hubungan baik yang dinamik.

Sementara prinsip negatif seorang supervisor, antara lain sebagai berikut
a)    Supervisi tidak boleh memaksakan kemauannya kepada orang-orang yang disupervisi.
b)   Supervisi tidak boleh dilakukan berdasarkan hubungan pribadi, keluarga, pertemanan, dan sebagainya.
c)    Supervisi hendaknya tidak menutup kemungkinan terhadap perkembangan dan hasrat untuk maju bagi bawahannya dengan dalih apapun. Supervisi tidak boleh terlalu cepat mengharapkan hasil dan mendesak bawahan.

D.     Tipe-Tipe Supervisi
1.    Tipe Inspeksi
  Tipe seperti ini biasanya terjadi dalam administrasi dan model kepemimpinan yang otokratis, mengutamakan pada upaya mencari kesalahan orang lain, bertindak sebagai “Inspektur” yang bertugas mengawasi pekerjaan guru. Supervisi ini dijalankan terutama untuk mengawasi, meneliti dan mencermati apakah guru dan petugas di sekolah sudah melaksanakan seluruh tugas yang diperintahkan serta ditentukan oleh atasannya.

2.    Tipe Laisses Faire
  Tipe ini kebalikan dari tipe sebelumnya. Kalau dalam supervisi inspeksi bawahan diawasi secara ketat dan harus menurut perintah atasan, pada supervisi Laisses Faire para pegawai dibiarkan saja bekerja sekehendaknya tanpa diberi petunjuk yang benar. Misalnya: guru boleh mengajar sebagaimana yang mereka inginkan baik pengembangan materi, pemilihan metode ataupun alat pelajaran.

3.    Tipe Coersive
  Tipe ini tidak jauh berbeda dengan tipe inspeksi. Sifatnya memaksakan kehendaknya. Apa yang diperkirakannya sebagai sesuatu yang baik, meskipun tidak cocok dengan kondisi atau kemampuan pihak yang disupervisi tetap saja dipaksakan berlakunya. Guru sama sekali tidak diberi kesempatan untuk bertanya mengapa harus demikian. Supervisi ini mungkin masih bisa diterapkan secara tepat untuk hal-hal yang bersifat awal. Contoh supervisi yang dilakukan kepada guru yang baru mulai mengajar. Dalam keadaan demikian, apabila supervisor tidak bertindak tegas, yang disupervisi mungkin menjadi ragu-ragu dan bahkan kehilangan arah yang pasti.

4.    Tipe Training dan Guidance
  Tipe ini diartikan sebagai memberikan latihan dan bimbingan. Hal yang positif dari supervisi ini yaitu guru dan staf tata usaha selalu mendapatkan latihan dan bimbingan dari kepala sekolah. Sedangkan dari sisi negatifnya kurang adanya kepercayaan pada guru dan karyawan bahwa mereka mampu mengembangkan diri tanpa selalu diawasi, dilatih dan dibimbing oleh atasannya.

5.    Tipe Demokratis
  Seperti namanya, tipe ini bersifat demokratis juga dalam pelaksanaan supervisi. Pada tipe ini juga berlaku sistem pendistribusian dan pendelegasian.Selain kepemimpinan yang bersifat demokratis, tipe ini juga memerlukan kondisi dan situasi yang khusus. Tanggung jawab bukan hanya seorang pemimpin saja yang memegangnya, tetapi didistribusikan atau didelegasikan kepada para anggota atau warga sekolah sesuai dengan kemampuan dan keahlian masing-masing.

E.     Jenis-Jenis Supervisi Pendidikan
Berdasarkan banyaknya jenis pekerjaan yang dilakukan oleh guru-guru maupun para karyawan pendidikan, supervisi dalam dunia pendidikan dapat dibedakan menjadi lima macam yaitu supervisi umum, supervisi pengajaran, supervisi klinis, pengawasan melekat, dan pengawasan fungsional.
1.    Supervisi Umum dan Supervisi Pengajaran
  Supervisi umum adalah supervisi yang dilakukan terhadap kegiatan-kegiatan atau pekerjaan yang secara tidak langsung berhubungan dengan usaha perbaikan pengajaran seperti supervisi terhadap kegiatan pengelolaan bangunan dan perlengkapan sekolah atau kantor-kantor pendidikan, supervisi terhadap kegiatan pengelolaan administrasi kantor, dan supervisi pengelolaan keuangan sekolah atau kantor pendidikan.
Supervisi pengajaran adalah kegiatan-kegiatan pengawasan yang ditujukan untuk memperbaiki kondisi-kondisi baik personel maupun material yang memungkinkan terciptanya situasi belajar mengajar yang lebih baik demi tercapainya tujuan pendidikan. Dengan demikian, uraian di atas tentang pengertian supervisi beserta definisi-definisinya dapat digolongkan ke dalam supervisi pengajaran.

2.    Supervisi Klinis
  Supervisi klinis adalah suatu proses bimbingan yang bertujuan untuk membantu pengembangan profesional guru atau calon guru khususnya dalam penampilan mengajar berdasarkan observasi dan analisis data secara teliti dan objektif sebagai pegangan untuk perubahan tingkah laku mengajar tersebut. Supervisi klinis termasuk bagian dari supervisi pengajaran. Dikatakan supervisi klinis karena prosedur pelaksanaannya lebih ditekankan pada mencari sebab-sebab atau kelemahan yang yang terjadi di dalam proses belajar mengajar dan kemudian secara langsung diusahakan bagaimana cara memperbaiki kelemahan atau kekurangan tersebut. Di dalam supervisi klinis cara yang dilakukan adalah supervisor mengadakan pengamatan terhadap cara guru mengajar, setelah itu mengadakan diskusi dengan guru yang bersangkutan dengan tujuan untuk memperoleh kebaikan maupun kelemahan yang terdapat pada saat guru mengajar serta bagaimana usaha untuk memperbaikinya.

3.    Pengawasan Melekat dan Pengawasan Fungsional
 Di dalam dunia pendidikan di Indonesia istilah supervisi disebut juga pengawasan atau kepengawasan. Pengawasan melekat adalah suatu pengawasan yang memang sudah melekat menjadi tugas dan tanggung jawab semua pimpinan. Oleh karena itu setiap pemimpin adalah juga sebagai pengawas, maka kepengawasan yang dilakukan itu disebut pengawasan melekat. Dengan pengawasan melekat yang efektif dan efisien dapat dicegah sedini mungkin terjadinya pemborosan, kebocoran, dan penyimpangan dalam penggunaan wewenang, tenaga, uang, dan perlengkapan milik negara sehingga dapat terbina aparat pendidikan yang tertib, bersih, dan berdaya guna. Tujuan pengawasan melekat adalah untuk mengetahui apakah pimpinan unit kerja dapat menjalankan fungsi pengawasan dan pengendalian yang melekat padanya dengan baik sehingga bila ada penyelewengan, pemborosan, dan korupsi pimpinan unit kerja dapat mengambil tindakan koreksi sedini mungkin.
Pengawasan fungsional adalah kegiatan-kegiatan pengawasan yang dilakukan oleh orang-orang yang fungsi jabatanya sebagai pengawas. Sebagai contoh konkret tentang pengawasan fungsional dapat dilihat dalam struktur organisasi Departemen P dan K dalam struktur tersebut khususnya di lingkungan inspektorat jenderal terdapat delapan inspektorat yang masing-masing dipimpin oleh seorang inspektur. Khusus mengenai kepala sekolah mempunyai dua fungsi kepengawasan sekaligus, yaitu pengawasan melekat dan pengawasan fungsional. Kepala sekolah harus menjalankan pengawasan melekat karena ia adalah pimpinan unit atau lembaga yang paling bawah di lingkungan Departemen P dan K. Dan ia pun harus menjalankan atau berfungsi sebagai pengawas fungsional, karena kepala sekolah adalah juga sebagai pengawas atau supervisor yang membantu tugas penilik atau pengawas dari Kanwil, khususnya dalam bidang supervisi pengajaran.



Sumber :

Evaluasi

A.     Pengertian Evaluasi

Kata evaluasi selalu melekat dalam proses pembelajaran, secara sederhana evaluasi dapat diartikan sebagai penilaian terhadap peserta didik.
o   Menurut Arifin (2012)
Evaluasi adalah suatu proses yang sistematis dan berkelanjutan untuk menentukan kualitas(nilai dan arti) dari sesuatu, berdasarkan pertimbangan dan kriteria tertentu dalam rangka pembuatan keputusan.
o   Menurut Guba dan Lincoln (1985 : 35)
Evaluasi adalah suatu proses untuk menggambarkan evaluan (orang yang dievaluasi) dan menimbang makna dan nilainya. 
o   Menurut Sax  (1980  :  18)
Evaluasi  adalah  suatu proses dimana pertimbangan atau keputusan suatu nilai dibuat dari berbagai pengamatan, latar belakang serta pelatihan dari evaluator.

B.     Tujuan Evaluasi

Secara umum tujuan evaluasi pembelajaran dapat diartikan sebagai suatu usaha untuk mengetahui keefektifan dan efisiensi system pembelajaran baik yang menyangkut tentang tujuan, meteri, metode, media, sumber belajar, lingkungan maupun system penilaian itu sendiri.

C.     Jenis Evaluasi

Jenis evaluasi berdasarkan waktu terdiri dari tiga jenis yaitu:
  • Evaluasi sewaktu berjalan (on going evaluation)
Suatu analisis yang dilakukan ketika pelaksanaan proyek sedang berlangsung yang dilakukan untuk membantu para pengambil keputusan apakah proyek dapat dipertahankan atau tidak.

  • Evaluasi akhir (terminal evaluation)
Evaluasi yang dilaksanakan paling tidak enam sampai dua belas bulan setelah proyek berakhir atau sebelum memulai fase proyek berikutnya sebagai pengganti ex post evaluation (evaluasi menyeluruh) pada proyek-proyek berjangka waktu singkat yang kebanyakan berjangka waktu satu tahun.

  • Evaluasi menyeluruh (ex post evaluation)
Evaluasi pada saat perkembangan proyek telah tercapai sepenuhnya, yaitu beberapa tahun setelah proyek ini berakhir, bila manfaat dan dampak yang diharapkan dari proyek telah terealisasi sepenuhnya.

Apabila dilihat dari jenisnya, Mardikanto (1993) menyebutkan bahwa terdapat dua jenis evaluasi, yaitu:
  • Evaluasi program adalah evaluasi untuk mengkaji kembali usulan program yang sudah dirumuskan sebelum proyek itu dilaksanakan. Tentang evaluasi program ini, secara khusus Rossi dalam Mardikanto (1993) sangat menekankan pentingnya kegiatan evaluasi terhadap:
1.      Siapa (kelompok) sasaran program, dimana lokasinya, dan bagaimana spesifikasi (kekhususan) kelompok sasaran program tersebut.
2.      Apakah metode yang terbaik yang akan dilakukan demi tercapainya tujuan yang diinginkan.
3.      Apakah program tersebut benar-benar konsisten dengan tujuan yang diinginkan.
4.      Seberapa jauh peluang keberhasilan program yang akan dilaksanakan.

  • Evaluasi proses dan evaluasi hasil.
1.      Evaluasi proses adalah evaluasi yang dilakukan untuk mengevaluasi seberapa jauh proses kegiatan yang telah dilaksanakan itu sesuai dengan proses kegiatan yang seharusnya dilaksanakan sebagaimana telah dirumuskan dari dalam programnya.
2.      Evaluasi hasil adalah evaluasi yang dilakukan untuk mengevaluasi tentang seberapa jauh tujuan yang direncanakan telah dapat dicapai dengan baik dalam pengertian kuantitatif maupun kualitatif.

Berdasarkan objek, evaluasi di bagi dalam beberapa jenis yaitu :
o  Evaluasi input
Evaluasi input yaitu evaluasi terhadap siswa mencakup kepribadian, sikap, da keyakinan.  Tujuan utama input adalah untuk meentukan bagaimana memanfaatkan input dalam mencapai tujuan program. Contoh :  program pemanduan anak bakat. Tujuan adalah, untuk mengembangkan kemampuan anak berbakat dalam bidang musik. Maka dalam program itu dinilai input yang bagaimanakah dapat menunjang pencapaian tujuan tersebut. Antara lain :
a.    Program pembinaan
b.    Biaya
c.    Hamabatan-hambatan
d.   Strategi yang mungkin dipilih
e.    Fasilitas belajar
f.      Lingkungan
g.    Sarana prasarana
h.    Bagaimana kualitas anak berbakat
i.      Kualitas staf yang mampu mendukung kegiatan belajar

o  Evaluasi transformasi
Evaluasi terhadap [unsur-unsur transformasi proses pembelajaran antara lain materi, media, metode-metode dan lain-lain.

o  Evaluasi output
Evaluasi terhadap lulusan yang mengacu pada ketercapaian hasil pembelajaran.

Menurut Scriven dalam Yusuf (2000) membedakan evaluasi menjadi dua; evaluasi formatif dan sumatif.
o  Evaluasi formatif dilaksanakan selama program berjalan untuk memberi informasi kepada pemimpin program untuk perbaikan program.
o  Evaluasi sumatif dilakukan pada akhir program untuk memberi informasi kepada konsumen potensial tentang manfaat program.

D.     Prinsip Evaluasi

1)   Keterpaduan
Evaluasi merupakan komponen integral dalam program pengajaran disamping tujuan intruksional dan materi serta metode pengajaran. Evauasi harus dilakukan dengan prinsip keterpaduan antara tujuan intrusional pengajaran, materi pembelajaran dan metode pengjaran, serta evaluasi merupakan tiga kesatuan terpadu yang tidak boleh dipisahkan. Karena itu perencanaan evaluasi harus sudah ditetapkan pada waktu menyusun satuan pengajaran sehingga dapat disesuaikan secara harmonis dengan tujuan intruksional dan materi pengajaran yang hendak disajikan.

2)   Keterlibatan peserta didik ( siswa )
Prinsip ini berkaitan dengan metode belajar CBSA ( Cara Belajar Siswa Aktif ) yang menuntut keterlibatan siswa secara aktif, karena keterlibatan peserta didik dalam evaluasi bukan alternatif, tapi kebutuhan mutlak, untuk mengetahui sejauh mana siswa berhasil dalam kegiatan belajr mengajar yang dijalaninya secara aktif. Penyajian evaluasi oleh guru merupakan upaya guru untuk memenuhi kebutuhan siswa akan informasi mengenai kemajuannya dalam program belajar mengajar.
                    
3)   Koherensi
Dengan prinsip koherensi dimaksudkan evaluasi harus berkaitan dengan materi pengajaran yang sudah disajikan dan sesuai dengan ranah kemampuan yang hendak diukur. Tidak dapat dibenarkan menyusun alat evaluasi hasil belajar atau evaluasi pencapaian belajar yang mengukur bahan yang belum disajikan dalam kegiatan belajar mengajar. Demikian pula tidak diterima apabila alat evaluasi berisi butir yang tidak berkaitan dengan bidang kemampuan yang hendak diukur.

4)   Pedagogis
Sebgai alat penilai hasil belajar. Di samping itu Perlu adanya tool penilai dari aspek pedagogis untuk melihat perubahan sikap dan perilaku sehingga pada akhirnya hasil evaluasi mampu menjadi motivator bagi diri siswa.

5)   Akuntabel
Sejauh mana keberhasilan program pengajaran maka evaluasi haruslah menjadi alat akuntabilitas atau bahan pertnggungjawaban bagi pihak yang berkepentingan seeprti orangtua siswa, sekolah, dan lainnya.

E.     Instrumen Evaluasi Yang Baik

Instrumen Evaluasi yang baik memiliki ciri-ciri dan harus memenuhi beberapa kaidah antara lain :
oValiditas
Validitas adalah aspek kecermatan pengukuran. Suatu alat ukur yang valid tidak hanya mampu menghasilkan data yang tepat akan tetapi juga harus memberikan gambaran yang cermat mengenai data tersebut.
o  Reliabilitas
Instrumen dikatakan memiliki reliabilitas yang tinggi manakala instrumen tersebut dapat menghasilkan hasil pengukuran yang ajeg. Keajegan/ketetapan disini tidak diartikan selalu sama tetapi mengikuti perubahan secara ajeg.
o  Objectivitas
Instrumen evaluasi hendaknya terhindar dari pengaruh-pengaruh subyektifitas pribadi dari si evaluator dalam menetapkan hasilnya. Dalam menekan pengaruh subyektifitas yang tidak bisa dihindari hendaknya evaluasi dilakukan mengacu kepada pedoman tertama menyangkut masalah kontinuitas dan komprehensif. Evaluasi yang dilakukan berkali-kali dilakukan maka evaluator akan memperoleh gambaran yang lebih jelas tentang  keadaan audience yang dinilai. Evaluasi yang diadakan secara on the spot dan hanya satu atau dua kali, tidak akan dapat memberikan hasil yang obyektif tentang keadaan audience yang di evaluasi. Faktor kebetulan akan sangat mengganggu hasilnya.
o  Pratikabilitas
Sebuah intrumen evaluasi dikatakan memiliki praktikabilitas yang tinggi apabila bersifat praktis mudah pengadministrasiannya dan memiliki ciri : Mudah dilaksanakan, tidak menuntut peralatan  yang banyak dan memberi kebebasan kepada audience mengerjakan yang dianggap mudah terlebih dahulu. Mudah pemeriksaannya artinya dilengkapi pedoman skoring, kunci jawaban. Dilengkapi petunjuk yang jelas sehingga dapat di laksanakan oleh orang lain.
o  Ekomonis
Pelaksanaan evaluasi menggunakan instrumen tersebut tidak membutuhkan biaya yang mahal tenaga yang banyak dan waktu yang lama.
o  Taraf  Kesukaran
Instrumen yang baik terdiri dari butir-butir instrumen yang tidak terlalu mudah dan tidak terlalu sukar. Butir soal yang terlalu mudah tidak mampu merangsang audience mempertinggi usaha memecahkannya sebaliknya kalau terlalu sukar membuat audiece putus asa dan tidak memiliki semangat untuk mencoba lagi karena diluar jangkauannya. Di dalam isitlah evaluasi index kesukaran ini diberi simbul p yang dinyatakan dengan “Proporsi”.
o  Daya Pembeda
Daya pembeda sebuah instrumen adalah kemampuan instrumen tersebut membedakan antara audience yang pandai (berkemampuan tinggi) dengan audience yang tidak pandai (berkemampuan rendah). Indek daya pembeda ini disingkat dengan D dan dinyatakan dengan Index Diskriminasi.



Sumber :