Minggu, 27 Oktober 2013

Manajemen Perubahan

Pengertian Manajemen Perubahan

Manajemen Perubahan adalah upaya yang dilakukan untuk mengelola akibat-akibat yang ditimbulkan karena terjadinya perubahan dalam organisasi. Perubahan  dapat terjadi karena sebab-sebab yang berasal dari dalam maupun dari luar organisasi tersebut. Manajemen perubahan merupakan suatu hal yang penting dalam suatu organisasi. Dengan adanya manajemen perubahan, suatu organisasi dapat menjadi lebih dinamis dalam menghadapi perkembangan jaman dan kemajuan teknologi.

Pengertian manajemen perubahan menurut para ahli:

1.    Menurut Wibowo, dalam bukunya Manajemen Perubahan
Manajemen perubahan adalah suatu proses secara sistematis dalam menerapkan pengetahuan, sarana dan sumber daya yang diperlukan untuk mempengaruhi perubahan pada orang yang akan terkena dampak dari proses tersebut.

2.    Menurut Prof. Dr. J. Winardi
Manajemen perubahan adalah upaya yang ditempuh manajer untuk memanajemen perubahan secara efektif, dimana diperlukan pemahaman tentang persoalan motivasi, kepemimpinan, kelompok, konflik, dan komunikasi.

Tujuan Perubahan

1.    Mempertahankan keberlangsungan hidup organisasi baik jangka pendek maupun jangka panjang.
2.    Beradaptasi dengan perubahan yang terjadi di lingkungan internal yang meliputi perubahan strategi korporasi, tenaga kerja, teknologi dan peralatan yang digunakan dan sikap- sikap karyawan, maupun lingkungan eksternal organisasi seperti perubahan pasar konsumen, teknologi, peraturan dan hukum pemerintah serta lingkup ekonomi global.
3.    Memperbaiki efektivitas di dalam organisasi agar mampu bersaing di pasar ekonomi modern yang meliputi perbaikan efektivitas tim kerja dan perbaikan struktur dan sistem organisasi dalam hal ini terkait implementasi strategi.

Tipe Perubahan

Perubahan terdiri dari 3 tipe yang berbeda, dimana setiap tipe memerlukan strategi manajemen perubahan yang berbeda pula.  Tiga macam perubahan tersebut adalah:
1.    Perubahan Rutin, dimana telah direncanakan dan dibangun melalui proses organisasi.
2.    Perubahan Peningkatan, yang mencakup keuntungan atau nilai yang telah dicapai organisasi.
3.    Perubahan Inovatif, yang mencakup cara bagaimana organisasi memberikan pelayanannya.

Konsep Manajemen Perubahan

Manajemen perubahan dilakukan ketika organisasi atau perusahaan membutuhkan langkah- langkah untuk merubah sebagian atau seluruh sistem maupun struktur lama yang berlaku di dalamnya demi penyesuaian dengan kondisi internal maupun eksternal organisasi.
Sejumlah model atau konsep mengenai perubahan diberikan untuk memperjelas pemahaman mengenai manajemen perubahan yang perlu dilakukan oleh organisasi:
1.    Teori Force Field: teori ini mengemukakan bahwa perubahan terjadi karena munculnya tekanan- tekanan terhadap organisasi, individu ataupun kelompok, dimana kekuatan tekanan (driving forces) berhadapan dengan keengganan (resistances) untuk berubah sehingga agar terjadi perubahan maka harus memperkuat driving forces dan memperlemah resistances.
2.    Teori Motivasi: dalam teori ini perubahan akan terjadi kalau ada sejumlah syarat tertentu yang menguntungka. Namun dengan memiliki motivasi untuk berubah maka yang perlu dilakukan adalah fokus ke depan dengan cara membuang sikap pesimis, menciptakan kepatuhan, serta mengurangi ketidakpuasan.
3.    Teori Alfa, Beta, Gamma: dalam teori ini perubahan Alfa adalah perubahan tingkat kepercayaan yang terjadi, perubahan Beta adalah perubahan yang terjadi dalam menilai kepercayaan, sementara perubahan Gamma adalah perubahan yang terjadi karena kelompok melihat adanya faktor lain yang lebih penting.
4.    Teori Contingency: dalam teori ini yang diamati adalah tingkat keberhasilan pengambilan keputusan yang ditentukan oleh gaya yang dianut dalam mengelola perubahan serta sejumlah kemungkinan.
5.    Teori Kerja Sama: teori kerja sama mempelajari bahwa perubahan tidak bisa berjalan tanpa adanya kerja sama semua pihak.
6.    Teori Mengatasi Resistensi Dalam Perubahan: teori ini membahas mengenai teknik yang dipakai dalam mengatasi resistensi seperti komunikasi, partisipasi, fasilitasi, negosiasi, manipulasi hingga teknik paksa.
7.    Model Accounting-turnaround: teori ini melihat bahwa untuk dapat diselamatkan sebuah korporat harus memiliki sejumlah syarat seperti dukungan stakeholders, ada core business yang mampu mendatangkan cashflow, tim manajemen yang solid, serta sumber- sumber pembiayaan terutama untuk jangka panjang. Biasanya perusahaan yang melakukan turnaround adalah perusahaan yang mengalami penurunan akibat kerugian terus menerus atau salah manajemen.

Tahap-Tahap Manajemen Perubahan

Suatu perubahan terjadi melalui tahap-tahapnya. Pertama-tama adanya dorongan dari dalam (dorongan internal), kemudian ada dorongan dari luar (dorongan eksternal).  Untuk manajemen perubahan perlu diketahui adanya tahapan perubahan.  Tahap-tahap manajemen perubahan ada empat, yaitu:

o  Tahap 1,  yang merupakan tahap identifikasi perubahan, diharapkan seseorang dapat mengenal perubahan apa yang akan dilakukan /terjadi.  Dalam tahap ini seseorang atau kelompok dapat mengenal kebutuhan perubahan dan mengidentifikasi tipe perubahan.

o  Tahap 2,  adalah tahap perencanaan perubahan. Pada tahap ini harus dianalisis mengenai diagnostik situasional tehnik, pemilihan strategi umum, dan pemilihan. Dalam proses ini perlu dipertimbangkan adanya factor pendukung sehingga perubahan dapat terjadi dengan baik.

o  Tahap 3, merupakan tahap implementasi perubahan dimana terjadi proses pencairan, perubahan dan pembekuan yang diharapkan. Apabila suatu perubahan sedang terjadi kemungkinan timbul masalah. Untuk itu perlu dilakukan monitoring perubahan.

o  Tahap 4, adalah tahap evaluasi dan umpan balik. Untuk melakukan evaluaasi diperlukan data, oleh karena itu dalam tahap ini dilakukan pengumpulan data dan evaluasi data tersebut.  Hasil evaluasi ini dapat di umpan balik kepada tahap 1 sehingga memberi dampak pada perubahan yang diinginkan berikutnya.

Suatu perubahan melibatkan perasaan, aksi, perilaku, sikap, nilai-nilai dari orang yang terlibat dan tipe gaya manajemen yang dibutuhkan. Jika perubahan melibatkan sebagian besar terhadap perilaku dan sikap mereka, maka akan lebih sulit untuk merubahnya dan membutuhkan waktu yang lama. Jika pimpinan manajemen perubahan mengetahui emosi normal yang dicapai, ini akan lebih mudah untuk memahami dan menghandel emosi  secara benar. 

Hambatan dan Tantangan Perubahan

Tantangan yang dihadapi dalam perubahan, muncul ketika individu maupun organisasi memiliki:
1.    Rasa takut terhadap perubahan
2.    Resiko terhadap penolakan, kegagalan, dan kerugian
3.    Kesulitan mendapatkan apa yang diperlukan untuk memutuskan dan mencoba perubahan

Mengatasi Penolakan Perubahan

Dalam mengatasi penolakan atas perubahan, Coch dan French Jr. mengusulkan ada enam taktik yang bisa dipakai untuk mengatasi resistensi perubahan yaitu sebagai berikut:
1.   Pendidikan dan Komunikasi
Berikan penjelasan secara tuntas tentang latar belakang, tujuan, akibat, dari diadakannya perubahan kepada semua pihak. Komunikasikan dalam berbagai macam bentuk. Ceramah, diskusi, laporan, presentasi, dan bentuk-bentuk lainnya.
2.   Partisipasi
Ajak serta semua pihak untuk mengambil keputusan. Pimpinan hanya bertindak sebagai fasilitator dan motivator. Biarkan anggota organisasi yang mengambil keputusan.
3.   Memberikan kemudahan dan dukungan
Jika pegawai takut atau cemas, lakukan konsultasi atau bahkan terapi. Beri pelatihan-pelatihan. Memang memakan waktu, namun akan mengurangi tingkat penolakan.
4.   Negosiasi
Cara lain yang juga bisa dilakukan adalah melakukan negosiasi dengan pihak-pihak yang menentang perubahan. Cara ini bisa dilakukan jika yang menentang mempunyai kekuatan yang tidak kecil. Misalnya dengan serikat pekerja. Tawarkan alternatif yang bisa memenuhi keinginan mereka.
5.   Manipulasi dan Kooptasi
Manipulasi adalah menutupi kondisi yang sesungguhnya. Misalnya memlintir (twisting) fakta agar tampak lebih menarik, tidak mengutarakan hal yang negatif, sebarkan rumor, dan lain sebagainya. Kooptasi dilakukan dengan cara memberikan kedudukan penting kepada pimpinan penentang perubahan dalam mengambil keputusan.
6.   Paksaan
Taktik terakhir adalah paksaan. Berikan ancaman dan jatuhkan hukuman bagi siapapun yang menentang dilakukannya perubahan.



Sumber :

Minggu, 06 Oktober 2013

Koordinasi


Pengertian Koordinasi, Kooperasi dan Sinergi

Menurut Chung dan Megginson (1981), koordinasi dapat di definisikan sebagai proses motivasi, memimpin dan mengomunikasikan bawahan untuk mencapai tujuan organisasi.

Menurut Sutisna, koordinasi adalah mempersatukan sumbangan- sumbangan dari orang-orang, bahan, dan sumber-sumber lain kea rah tercapainya maksud maksud yang telah di tetapkan.
                   
Menurut Anonim (2003), koordinasi adalah suatu sistem dan proses interaksi untuk mewujudkan keterpaduan,keserasian,dan kesederhanaan berbagai kegiatan inter dan antar institusi-institusi di masyarakat melalui komunikasi dan dialog-dialog antar berbagai individu dengan menggunakan sistem informasi manajemen dan teknologi informasi.

Berdasarkan pendapat para pakar dapat disimpulkan bahwa koordinasi adalah proses mengintegrasikan (memadukan), menyinkronisasikan, dan menyederhanakan pelaksanakan tugas yang terpisah pisah secara terus menerus untuk mencapai  tujuan secara efektif dan efisien.

Kooperasi adalah kerja sama dua orang atau lebih. Istilah kooperasi, gotong royong, kerja tim (team work) dan jaringan kerja (networking) adalah istilah yang maknanya sama, yaitu adanya kerja sama antara dua orang atau lebih.

Kata koperasi dalam bahasa Indonesia sebelum tahun 1958, dikenal dengan ejaan kooperasi (dengan dua ‘o’), tetapi selanjutnya berdasarkan Undang-Undang Nomor 79 Tahun 1958 kata kooperasi telah diubah menjadi koperasi (dengan satu ‘o’), demikian seterusnya hingga sampai sekarang.

Modal dasar dari sinergi adalah keragaman, bukan keseragaman. Perbedaanlah yang bisa membuat sinergi. Hal ini dapat dianalogikan pada sebuah tim sepakbola. Keinginan semua pemain adalah memasukkan bola ke gawang lawan. Jika tim tersebut tidak bersinergi, maka semua pemain ingin menjadi striker. Tim sepak bola nasional Brazil, yang memiliki falsafah “pertahanan terbaik adalah menyerang” pun, masih memiliki penjaga gawang, bek dan gelandang. Oleh karena perbedaanlah, sebuah tim atau sistem bisa kuat , sebab satu dengan yang lain bisa saling mengisi. Secara sederhana, sinergi terjadi saat 1+1> 2. Jadi sinergi adalah hasil bekerja bersama-sama lebih besar dari pada bekerja sendiri-sendiri.


Jenis Koordinasi

Jenis-jenis koordinasi menurut Drs. Soewarno Handayaningrat ( 1991 ) ada 2 jenis koordinasi yaitu :

1.     Koordinasi intern terdiri atas : koordinasi vertical, koordinasi horizontal, dan koordinasi diagonal.

o   Koordinasi vertical atau koordinasi struktural, yaitu antara yang mengkoordinasikan dengan yang dikoordinasikan secara struktural terdapat hubungan hierarkis atau pengarahan yang dijalankan oleh atasan terhadap kegiatan unit-unit, kesatuan kerja yang ada di bawah wewenang dan tanggung jawabnya. Hal ini dapat juga dikatakan koordinasi yang bersifat garis komando (line of command).

o   Koordinasi horizontal, yaitu koordinasi fungsional, kedudukan antara yang mengkoordinasikan dan yang dikoordinasikan setingkat eselonnya. Menurut tugas dan fungsinya keduanya mempunyai kaitan satu sama lain sehingga perlu dilakukan koordinasi. Koordinasi horisontal terbagi 2 yaitu :

1.      Interdiciplinary, Koordinasi dalam rangka mengarahkan, menyatukan tindakan, mewujudkan, menciptakan disiplin antara unit yang satu dengan unit yang lain secara intern maupun ekstern pada unit-unit yang sama tugasnya.

2.      Inter-Related, koordinasi antar badan (instansi). Unit-unit yang fungsinya berbeda, tetapi instansinya saling berkaitan secara intern-ekstern yang selevel.
               
o  Koordinasi diagonal, yaitu koordinasi fungsional, yang mengkoordinasikan mempunyai kedudukan yang lebih tinggi eselonnya dibandingkan yang dikoordinasikan, tetapi satu dengan yang lainnya tidak berada pada satu garis komando (line of command)

2.     Koordinasi ekstern, termasuk koordinasi fungsional. Dalam koordinasi ekstern yang bersifat fungsional, koordinasi itu hanya bersifat horizontal dan diagonal.

o   Koordinasi ekstern yang bersifat horizontal, misalnya koordinasi yang dilakukan oleh kepala direktorat bina program, direktorat jenderal trasmigrasi terhadap kepala direktorat penyiapan tanah pemukiman transmigrasi, direktorat jenderal bina marga.

o   Koordinasi ekstern yang bersifat diagonal, misalnya koordinasi yang dilakukan oleh kepala badan administrasi kepegawaian Negara ( BAKN ) terhadap para kepala biro kepegawaian tiap-tiap departemen.

Jenis-jenis koordinasi menurut penjelasan peraturan pemerintah nomor 6 tahun 1988 tentang koordinasi kegiatan instansi vertical di daerah, pasal 1 :

1.      Koordinasi Funsional, yaitu antara dua atau lebih instansi yang mempunyai program yang berkaitan erat.
2.      Koordinasi instansional, yaitu terhadap beberapa instansi yang menangani satu urusan tertentu yang bersangkutan.
3.      Koordinasi territorial, yaitu terhadap dua atau lebih wilayah dengan program tertentu.


Tujuan dan Manfaat Koordinasi

1.      Untuk mewujudkan KISS (Koordinasi, Integrasi, Sinkronisasi dan Simplifikasi) agar tujuan organisasi tercapai secara efektif dan efisien.
2.      Untuk memecahkan konflik kepentingan berbagai pihak yang terkait.
3.      Agar manajer pendidikan mampu mengintegrasikan dan mensinkronkan pelaksanaan tugas-tugasnya stakeholders pendidikan yang saling bergantungan, semakin besar ketergantungan dari unit-unit, semakin besar pula kebutuhan akan pengoordinasian.
4.      Agar manajer pendidikan mampu  mengoordinasikan pembangunan sektor pendidikan dengan pengembangan sektor-sektor lainnya.
5.      Agar manajer pendidikan mampu mengintegrasikan kegiatan fungsional dinas pendidikan dan tujuan-tujuan dari unit organisasi yang terpisah-pisah untuk mencapai tujuan bersama dengan sumber daya yang terbatas secara efektif dan efisien.
6.      Adanya pembagian kerja dimana semakin besar pembagian kerja, semakin diperlukan pengoordinasian/penyerasian sehingga tidak terjadi duplikasi atau tumpang-tindih pekerjaan yang menyebabkan pemborosan.
7.      Untuk mengembangkan dan memelihara hubungan yang baik dan harmonis diantara kegiatan-kegiatan, baik fisik maupun nonfisik dengan stakeholders.
8.      Untuk memperlancar pelaksanaan tugas dalam rangka mencapai tujuan pendidikan dengan sumber daya pendidikan yang terbatas.
9.      Mencegah terjadinya konflik internal dan eksternal sekolah yang kontra produktif.
10.  Mencegah terjadinya kekosongan ruang dan waktu.
11.  Mencegah terjadinya persaingan yang tidak sehat.
                              

Prinsip Koordinasi

1.      Kesamaan: sama dalam visi, misi dan langkah-langkah untuk mencapai tujuan bersama (sense of purpose).
2.      Orientasikan: titik pusatnya pada sekolah (sebagai koordinator) yang simpul-simpulnya  stakeholders sekolah.
3.      Organisasikan: atur orang-orang yang berkoordinasi untuk membina sekolah, yaitu harus berada dalam satu payung (terorganisasi) sehingga sikap egosektoral dapat dihindari.
4.      Rumuskan: nyatakan secara jelas wewenang, tanggung jawab dan tugas masing-masing agar tidak tumpang-tindih.
5.      Diskusikan: cari cara yang efektif, efisien dan komunikatif dalam berkoordinasi.
6.      Informasikan: semua hasil diskusi dan keputusan mengalir cepat kesemua pihak yang ada dalam sistem jaringan koordinasi (coordination network system).
7.      Negosiasikan: dalam perundingan mencari kesepakatan harus saling menghormati (team spirit) dan usahakan menang-menang, jangan sampai pihak sekolah sebagai koordinator justru dirugikan.
8.      Atur jadwal: rencana koordinasi harus dipatuhi dengan sebaik-baiknya oleh semua pihak.
9.      Solusikan: satu masalah dalam simpul jaringan harus dirasakan dan dipecahkan semua stakeholders dengan sebaik-baiknya.
10.  Insafkan: setiap stakeholders harus memiliki laporan tertulis yang lengkap dan siap menginformasikannya sesuai kebutuhan koordinasi.
                      

Karakteristik Koordinasi Yang Efektif

1.      Tujuan berkoordinasi tercapai dengan memuaskan semua pihak terkait.
2.      Koordinator sangat proaktif dan stakeholders kooperatif.
3.      Tidak ada yang mementingkan diri sendiri atau kelompoknya (egosektoral).
4.      Tidak terjadi tumpang-tindih tugas.
5.      Komitmen semua pihak tinggi.
6.      Informasi keputusan mangalir cepat kesemua pihak yang ada dalam sistem jaringan koordinasi.
7.      Tidak merugikan pihak-pihak yang berkoordinasi.
8.      Pelaksanaan tepat waktu.
9.      Semua masalah terpecahkan.
10.  Tersedianya laporan tertulis yang lengkap dan rinci oleh masing-masing stakeholders.



Sumber:
Usman, Husaini. 2011. Manajemen Teori , Praktik , dan Riset Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.