Minggu, 06 Oktober 2013

Koordinasi


Pengertian Koordinasi, Kooperasi dan Sinergi

Menurut Chung dan Megginson (1981), koordinasi dapat di definisikan sebagai proses motivasi, memimpin dan mengomunikasikan bawahan untuk mencapai tujuan organisasi.

Menurut Sutisna, koordinasi adalah mempersatukan sumbangan- sumbangan dari orang-orang, bahan, dan sumber-sumber lain kea rah tercapainya maksud maksud yang telah di tetapkan.
                   
Menurut Anonim (2003), koordinasi adalah suatu sistem dan proses interaksi untuk mewujudkan keterpaduan,keserasian,dan kesederhanaan berbagai kegiatan inter dan antar institusi-institusi di masyarakat melalui komunikasi dan dialog-dialog antar berbagai individu dengan menggunakan sistem informasi manajemen dan teknologi informasi.

Berdasarkan pendapat para pakar dapat disimpulkan bahwa koordinasi adalah proses mengintegrasikan (memadukan), menyinkronisasikan, dan menyederhanakan pelaksanakan tugas yang terpisah pisah secara terus menerus untuk mencapai  tujuan secara efektif dan efisien.

Kooperasi adalah kerja sama dua orang atau lebih. Istilah kooperasi, gotong royong, kerja tim (team work) dan jaringan kerja (networking) adalah istilah yang maknanya sama, yaitu adanya kerja sama antara dua orang atau lebih.

Kata koperasi dalam bahasa Indonesia sebelum tahun 1958, dikenal dengan ejaan kooperasi (dengan dua ‘o’), tetapi selanjutnya berdasarkan Undang-Undang Nomor 79 Tahun 1958 kata kooperasi telah diubah menjadi koperasi (dengan satu ‘o’), demikian seterusnya hingga sampai sekarang.

Modal dasar dari sinergi adalah keragaman, bukan keseragaman. Perbedaanlah yang bisa membuat sinergi. Hal ini dapat dianalogikan pada sebuah tim sepakbola. Keinginan semua pemain adalah memasukkan bola ke gawang lawan. Jika tim tersebut tidak bersinergi, maka semua pemain ingin menjadi striker. Tim sepak bola nasional Brazil, yang memiliki falsafah “pertahanan terbaik adalah menyerang” pun, masih memiliki penjaga gawang, bek dan gelandang. Oleh karena perbedaanlah, sebuah tim atau sistem bisa kuat , sebab satu dengan yang lain bisa saling mengisi. Secara sederhana, sinergi terjadi saat 1+1> 2. Jadi sinergi adalah hasil bekerja bersama-sama lebih besar dari pada bekerja sendiri-sendiri.


Jenis Koordinasi

Jenis-jenis koordinasi menurut Drs. Soewarno Handayaningrat ( 1991 ) ada 2 jenis koordinasi yaitu :

1.     Koordinasi intern terdiri atas : koordinasi vertical, koordinasi horizontal, dan koordinasi diagonal.

o   Koordinasi vertical atau koordinasi struktural, yaitu antara yang mengkoordinasikan dengan yang dikoordinasikan secara struktural terdapat hubungan hierarkis atau pengarahan yang dijalankan oleh atasan terhadap kegiatan unit-unit, kesatuan kerja yang ada di bawah wewenang dan tanggung jawabnya. Hal ini dapat juga dikatakan koordinasi yang bersifat garis komando (line of command).

o   Koordinasi horizontal, yaitu koordinasi fungsional, kedudukan antara yang mengkoordinasikan dan yang dikoordinasikan setingkat eselonnya. Menurut tugas dan fungsinya keduanya mempunyai kaitan satu sama lain sehingga perlu dilakukan koordinasi. Koordinasi horisontal terbagi 2 yaitu :

1.      Interdiciplinary, Koordinasi dalam rangka mengarahkan, menyatukan tindakan, mewujudkan, menciptakan disiplin antara unit yang satu dengan unit yang lain secara intern maupun ekstern pada unit-unit yang sama tugasnya.

2.      Inter-Related, koordinasi antar badan (instansi). Unit-unit yang fungsinya berbeda, tetapi instansinya saling berkaitan secara intern-ekstern yang selevel.
               
o  Koordinasi diagonal, yaitu koordinasi fungsional, yang mengkoordinasikan mempunyai kedudukan yang lebih tinggi eselonnya dibandingkan yang dikoordinasikan, tetapi satu dengan yang lainnya tidak berada pada satu garis komando (line of command)

2.     Koordinasi ekstern, termasuk koordinasi fungsional. Dalam koordinasi ekstern yang bersifat fungsional, koordinasi itu hanya bersifat horizontal dan diagonal.

o   Koordinasi ekstern yang bersifat horizontal, misalnya koordinasi yang dilakukan oleh kepala direktorat bina program, direktorat jenderal trasmigrasi terhadap kepala direktorat penyiapan tanah pemukiman transmigrasi, direktorat jenderal bina marga.

o   Koordinasi ekstern yang bersifat diagonal, misalnya koordinasi yang dilakukan oleh kepala badan administrasi kepegawaian Negara ( BAKN ) terhadap para kepala biro kepegawaian tiap-tiap departemen.

Jenis-jenis koordinasi menurut penjelasan peraturan pemerintah nomor 6 tahun 1988 tentang koordinasi kegiatan instansi vertical di daerah, pasal 1 :

1.      Koordinasi Funsional, yaitu antara dua atau lebih instansi yang mempunyai program yang berkaitan erat.
2.      Koordinasi instansional, yaitu terhadap beberapa instansi yang menangani satu urusan tertentu yang bersangkutan.
3.      Koordinasi territorial, yaitu terhadap dua atau lebih wilayah dengan program tertentu.


Tujuan dan Manfaat Koordinasi

1.      Untuk mewujudkan KISS (Koordinasi, Integrasi, Sinkronisasi dan Simplifikasi) agar tujuan organisasi tercapai secara efektif dan efisien.
2.      Untuk memecahkan konflik kepentingan berbagai pihak yang terkait.
3.      Agar manajer pendidikan mampu mengintegrasikan dan mensinkronkan pelaksanaan tugas-tugasnya stakeholders pendidikan yang saling bergantungan, semakin besar ketergantungan dari unit-unit, semakin besar pula kebutuhan akan pengoordinasian.
4.      Agar manajer pendidikan mampu  mengoordinasikan pembangunan sektor pendidikan dengan pengembangan sektor-sektor lainnya.
5.      Agar manajer pendidikan mampu mengintegrasikan kegiatan fungsional dinas pendidikan dan tujuan-tujuan dari unit organisasi yang terpisah-pisah untuk mencapai tujuan bersama dengan sumber daya yang terbatas secara efektif dan efisien.
6.      Adanya pembagian kerja dimana semakin besar pembagian kerja, semakin diperlukan pengoordinasian/penyerasian sehingga tidak terjadi duplikasi atau tumpang-tindih pekerjaan yang menyebabkan pemborosan.
7.      Untuk mengembangkan dan memelihara hubungan yang baik dan harmonis diantara kegiatan-kegiatan, baik fisik maupun nonfisik dengan stakeholders.
8.      Untuk memperlancar pelaksanaan tugas dalam rangka mencapai tujuan pendidikan dengan sumber daya pendidikan yang terbatas.
9.      Mencegah terjadinya konflik internal dan eksternal sekolah yang kontra produktif.
10.  Mencegah terjadinya kekosongan ruang dan waktu.
11.  Mencegah terjadinya persaingan yang tidak sehat.
                              

Prinsip Koordinasi

1.      Kesamaan: sama dalam visi, misi dan langkah-langkah untuk mencapai tujuan bersama (sense of purpose).
2.      Orientasikan: titik pusatnya pada sekolah (sebagai koordinator) yang simpul-simpulnya  stakeholders sekolah.
3.      Organisasikan: atur orang-orang yang berkoordinasi untuk membina sekolah, yaitu harus berada dalam satu payung (terorganisasi) sehingga sikap egosektoral dapat dihindari.
4.      Rumuskan: nyatakan secara jelas wewenang, tanggung jawab dan tugas masing-masing agar tidak tumpang-tindih.
5.      Diskusikan: cari cara yang efektif, efisien dan komunikatif dalam berkoordinasi.
6.      Informasikan: semua hasil diskusi dan keputusan mengalir cepat kesemua pihak yang ada dalam sistem jaringan koordinasi (coordination network system).
7.      Negosiasikan: dalam perundingan mencari kesepakatan harus saling menghormati (team spirit) dan usahakan menang-menang, jangan sampai pihak sekolah sebagai koordinator justru dirugikan.
8.      Atur jadwal: rencana koordinasi harus dipatuhi dengan sebaik-baiknya oleh semua pihak.
9.      Solusikan: satu masalah dalam simpul jaringan harus dirasakan dan dipecahkan semua stakeholders dengan sebaik-baiknya.
10.  Insafkan: setiap stakeholders harus memiliki laporan tertulis yang lengkap dan siap menginformasikannya sesuai kebutuhan koordinasi.
                      

Karakteristik Koordinasi Yang Efektif

1.      Tujuan berkoordinasi tercapai dengan memuaskan semua pihak terkait.
2.      Koordinator sangat proaktif dan stakeholders kooperatif.
3.      Tidak ada yang mementingkan diri sendiri atau kelompoknya (egosektoral).
4.      Tidak terjadi tumpang-tindih tugas.
5.      Komitmen semua pihak tinggi.
6.      Informasi keputusan mangalir cepat kesemua pihak yang ada dalam sistem jaringan koordinasi.
7.      Tidak merugikan pihak-pihak yang berkoordinasi.
8.      Pelaksanaan tepat waktu.
9.      Semua masalah terpecahkan.
10.  Tersedianya laporan tertulis yang lengkap dan rinci oleh masing-masing stakeholders.



Sumber:
Usman, Husaini. 2011. Manajemen Teori , Praktik , dan Riset Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar